Selasa, 10 Januari 2017

Filsafat Dakwah

ALQURAN DAN HADIS SEBAGAI SUMBER INSPIRASI FILSAFAT
A.    PENDAHULUAN
Dalam buku Mulyadhi Kartanegara yang berjudul Gerbang Kearifan, beliau  mendiskusikan beberapa pandangan sarjana tentang istilah filsafat Islam. Ada yang megatakan bahwa Islam tidak pernah dan bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Muslim adalah pada dasarnya filsafat Yunani, bukan filsafat Islam. Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu adalah filsafat Muslim, karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para filosof Muslim.
Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang lebih tepat adalah filsafat Arab, dengan alasan bahwa bahasa yang digunakan dalam karya-karya filosofis mereka adalah bahasa Arab, sekalipun para penulisnya banyak berasal dari Persia, dan namanama lainnya seperti filsafat dalam dunia Islam.[1]
Adapun beliau sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan setidaknya 3 alasan :
1.      Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke dunia Islam, Islam telah mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan Tuhan dan syari’ah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya Pandangan tauhid dan syari’ah ini,sehingga tidak ada suatu sistem apapun, termasuk filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam tersebut (tawhid) dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid. Oleh karena itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para filosof Muslim selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental Islam tersebut, sehingga disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman” filsafat oleh para filosof Muslim.
2.      Sebagai pemikir Islam, para filosof Muslim adealah pemerhati flsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan yang diderita oleh filsafat Yunani, misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka mengeritiknya secara mendasar. Misalnya, sekalipun Ibn Sina sering dikelompokkan sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengertik pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan 1menggantikannnya dengan yang lebih baik. Beberapa tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar b. Sahlan al-Sawi dan Ibn Taymiyyah, juga mengeriktik sistem logika Aristotetles. Sementara al-‘Amiri mengeritik dengan pedas pandangan Empedokles tentang jiwa, karena dianggap tidak sesuai dengan pandangan Islam.
3.      Adanya perkembangan yang unik dalam filsafat islam, akibat dari interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat Yunani. Akibatnya para filosof Muslim telah mengembangkan beberapa isu filsfat yang tidak pernah dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti filsafat kenabian, mikraj dsb.[2]
B.     LINGKUP FILSAFAT ISLAM
Berbeda dengan lingkup filsafat modern, filsafat Islam, sebagaimana yang telah dikembangkan para filosof agungnya, meliputi bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika, fisika, matematika dan metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof tidak akan dikatakan filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang filosofis yang luas ini.
C.    AL-QURAN DAN HADIS SUMBER INSPIRASI FILSAFAT
Ada dua faktor yang dapat membuktikan bahwa prinsip-prinsip falsafat Islam berakar dari al-Qurân dan Sunnah. Pertama, dari segi sumber kita mendapatkan semangat kuat para filsuf Muslim dalam bertindak selalu berlandaskan kepada al-Qur’ân dan Sunnah. Sebagaimana dalam ketentuan syarî’at Islam, setiap Muslim harus hidup berlandaskan kepada Al-Qur’ān dan Sunnah. Begitu pula dengan para filsuf maupun para intelektual Muslim dalam bertindak harus berlandaskan kepada keduanya. Al-Qur’ân dan Sunnah telah merombak pola berfalsafat dalam Islam secara radikal sehingga lahirlah hal yang disebut sebagai falsafat profetik. Jadi, kandungan al-Qur’ân dan pancarannya kepada Nabi Muhammad SAW mampu menyinari setiap kajian falsafat dan pengetahuan dalam Islam dan ini merupakan satu bukti bahwa ia adalah seorang failasuf.
Falsafah dalam al-Qur’ân adalah al-Hikmah. Kata tersebut tercatat dalam al-Qur’ân berkali-kali di dalamnya, sedangkan failasuf orang yang menekuni falsafah/berfalsafah tercatat sebagai al-Hakîm. Seperti kita ketahui mengenai para nabi baik yang harus kita ketahui maupun tidak mengajarkan al-Kitâb dan al-Hikmah. Dengan kata lain para nabi adalah para failasuf.

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ ١٢

Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"

Selain dari itu, dalam surah Luqmân yang dimulai huruf-huruf simbolik yaitu alif, lâm, mîm yang kemudian diikuti oleh ayat selanjutnya yang artinya: ”inilah ayat-ayat al-Qur’ân yang mengandung hikmah” (al-Kitâb al-Hakîm), yang menyebutkan secara langsung istilah hikmah. Kemudian dalam ayat 12 surah ini dinyatakan, dan dalam ayat ini tampak jelas bahwa pemberian Hikmah dianggap sebagai anugerah bagi orang yang mau berterimakasih , kebenaran ini ditandaskan lebih lanjut oleh ayat yang terkenal,[3]

يُؤۡتِي ٱلۡحِكۡمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٦٩
Artinya:
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) (QS. Al-Baqarah : 269).
Realitas al-Qur’ân dan Wahyu yang dapat diakses oleh manusia harus menduduki posisi sentral bagi setiap orang yang hendak berfalsafat dalam dunia Islam. Falsafat Islam sangat erat sekali kaitannnya dengan dimensi eksternal al-Qur’ân (syarî’at) maupun dengan kebenaran internal (haqîqah) yang merupakan jantung segala sesuatu hal dalam Islam. Hal ini akan mengarahkannya kepada sejenis falsafat yang berorientasikan menempatkan kitab wahyu bukan hanya sekedar sumber primer yang tertinggi dalam pengetahuan bagi hukum-hukum keagamaan (syarî’at), melainkan juga sebagai sumber primer yang tertinggi dalam pengetahuan bagi hakikat eksistensi dari segala sumber eksistensi, karena pada dasarnya hakikat dari segala hakikat adalah Tuhan itu sendiri.
Sebagian ahli syarî’at mengambil sikap kontra terhadap falsafat dan sebagian lagi tidak. Namun, pada kenyataannya para failasuf terkemuka seperti Ibn Rusyd, Ibn Sînâ dan para filsuf lainnya merupakan tokoh-tokoh yang ahli dalam bidang syarî’at sekaligus mempunyai otoritas dalam mengambil suatu ketentuan hukum dalam hal tersebut.
Adapun pikiran-pikiran dalam falsafat Yunani jelas menjadi materi kajian oleh para failasuf muslim. Bila materi-materi yang dikaji yang berasal dari falsafat Yunani itu memiliki bentuk-bentuk atau rumusan-rumusan yang sejalan atau tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran wahyu dalam Islam, maka dapat saja langsung diambil sepenuhnya menjadi bagian dalam falsafat Islam, maka materi-materi demikian perlu diberi bentuk yang sesuai dengan ajaran wahyu dalam Islam. Sehingga kenapa orang Islam masih menggunakan pemikiran Yunani, sementara sudah ada dalam Al-Qur’ān? Karena untuk memberi corak yang baru, terutama pengaruhnya dalam bentuk pemikiran, pengaruh logika yunani besar sekali, ilmu-ilmu Islam diberi warna baru, ditempa menurut pola Yunani dan disusun sesuai sistem Yunani. Jadi logika Yunani mempunyai pengaruh yang sangat besar pada alam pemikiran Islam (di zaman bani Abbas). Walaupun dalam Islam sendiri sudah ada isi dari falsafat itu, dan yang membedakan antara falsafat Islam dengan Yunani adalah dalam bentuk isi nya yang berbeda antara falsafat Yunani dengan Islam. Falsafat Islam dapat diibaratkan seperti hubungan antara materi dan bentuk. Islam (yakni wahyunya) telah memberi bentuk baru kepada falsafat Yunani sehingga falsafat dengan bentuk yang baru tidak pantas lagi disebut falsafat Yunani. Ia hanya pantas disebut falsafat Islam karena pola-pola ajaran Islam yang erat kaitanya dengan masalah-masalah falsafat, telah membentuk falsafat Yunani sedemikian rupa sehingga bentuk-bentuk falsafatnya tak ada lagi yang bertentangan dengan bentuk ajaran wahyu dalam Islam.

D.    AL-QUR’AN SUMBER INSPIRASI FILSAFAT DAKWAH
Al-Qur’an menjelaskan salah satu identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang “sepadan” dengan arti filsafat, yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah SWT, yang menurunkan buku hikmah mengenalkan salah satu identitas dirinya dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. seperti dalam Q.S. Al-Luqman ayat 9.
خَٰلِدِينَ فِيهَاۖ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٩
Artinya:
Kekal mereka di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

Kata hikmah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 190 kali dengan 25 bentuk kata. dari 190 itu kata hakim (Maha Bijaksana) disebutkan 81 kali, dan kata hikmah sebanyak 20 kali. Penelusuran kandungan makna hikmah dalam berbagai konteks sebagaimana di tunjukan oleh Al-qur’an menjadi medan kajian filsafat dakwah yang akan melahirkan modelnya yang khas dan mandiri.
Didalam Al-Qur’an juga terdapat prinsip dasar dan metode berfikir filsafat dakwah. prinsip dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu:
1.             Berpegang teguh pada etika Ulul Albab.
2.             Memikirkan, memahami, meghayati, dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah sebagai objek fikir baik ayat kauniyah (ilham) maupun ayat-ayat Qur’aniyah (sesuatu yag tertulis)
3.             langkah-langkah berfikir filosofis berdasarkan Al-Qur’an dapat dirumuskan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)        kerena kedudukan dan peranan berfikir begitu penting, Al-Qur’an tidak saja memerintahkan manusia menggunakan akalnya tetapi juga memberikan pedoman, langkah-langkah metodologis, serta teknis penggunaan akal dengan metode yang lurus dan meluruskan ke arah pencapaian kebenaran yang sebenarnya (haq)
b)        Agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berfikir Al-Qur’an pun meletakan  kaidah-kaidah metodologis dalam menggunakan akal.
c)        manusia harus menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam memikirkan objek fikir sehingga, tak jarang terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan  kegiatan berfikir.
d)       Mazhab berfikir yang sudah ada dan lazim digunakan dapat di iqtibas (adopsi) secara terpadu, tidak parsia dalam berfikir filosofis.
e)        Menggunakan metode filsafat Islam yang sudah dikembangkan oleh para filosof muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat Islam.



E.     SIMPULAN
filsafat adalah seni bertanya, “mengapa ini begini” dan “kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah   inti dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian.
 Sebagai sumber inspirasi filsafat Islam, al-Qur’an dan hadits mengandung hakikat kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang penulis sebut sebagai Jalan Tuhan atau nilai-nilai Islam. Inilah yang menjadi materi dakwah, untuk disampaikan kepada umat manusia dengan metode yang telah tersurat dan tersirat dalam al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu, dua pedoman umat islam ini penulis garis bawahi ada dua pokok bahasan kaitannya dengan Islam.
kajian yang mendalam mengenai falsafat Islam selama dua belas abad lamanya mampu mengungkapkan peranan al-Qur’ân dan Ḥadīts  dalam perumusan, penjelasan, dan pemecahan seluruh problematika tradisi filosofis yang besar dan utama ini. Karena, falsafat Islam pada dasarnya merupakan hermeneutika filosofis dan teks sakral di samping memanfaatkan khazanah falsafat zaman purba kala. Itulah sebabnya mengapa falsafat Islam selama berabad-abad sampai hari ini merupakan salah satu faktor atau perspektif intelektual utama dalam peradaban Islam yang tertanam dalam al-Qur’ân dan Ḥadīts .
Filsafat mengajarkan banyak hal. Paling tidak, ia mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam menjalankan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Arfin, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,2000)
Notowidagdo Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Alquran dan hadis,  (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada, 2002)
Alquran Word
Hanafi Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : PT.Bulan Bintang,1996)
www.biush-imm.blogspot.co.id/2012/10/al-quran-dan-hadits-sumber-dan.html
http://rudichum.blogspot.co.id/2014/01/makalah-filsafat-islam.html




[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : PT.Bulan Bintang,1996), Hal.43
[2] Arfin, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,2000), hal 58.
[3] Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Alquran dan hadis,  (Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasada, 2002), hal.68

2 komentar: