ALQURAN
DAN HADIS SEBAGAI SUMBER INSPIRASI FILSAFAT
A.
PENDAHULUAN
Dalam buku
Mulyadhi Kartanegara yang berjudul Gerbang Kearifan, beliau mendiskusikan beberapa pandangan sarjana
tentang istilah filsafat Islam. Ada yang megatakan bahwa Islam tidak pernah dan
bisa memiliki filsafat yang independen. Adapun filsafat yang dikembangkan oleh
para filosof Muslim adalah pada dasarnya filsafat Yunani, bukan filsafat Islam.
Ada lagi yang mengatakan bahwa nama yang tepat untuk itu adalah filsafat
Muslim, karena yang terjadi adalah filsafat Yunani yang kemudian dipelajari dan
dikembangkan oleh para filosof Muslim.
Ada lagi yang
mengatakan bahwa nama yang lebih tepat adalah filsafat Arab, dengan alasan
bahwa bahasa yang digunakan dalam karya-karya filosofis mereka adalah bahasa
Arab, sekalipun para penulisnya banyak berasal dari Persia, dan namanama
lainnya seperti filsafat dalam dunia Islam.[1]
Adapun beliau
sendiri cenderung pada sebutan filsafat Islam (Islamic philosophy), dengan
setidaknya 3 alasan :
1. Ketika filsafat Yunani diperkenalkan ke
dunia Islam, Islam telah mengembangkan sistem teologi yang menekankan keesaan
Tuhan dan syari’ah, yang menjadi pedoman bagi siapapun. Begitu dominannya
Pandangan tauhid dan syari’ah ini,sehingga tidak ada suatu sistem apapun,
termasuk filsafat, dapat diterima kecuali sesuai dengan ajaran pokok Islam
tersebut (tawhid) dan pandangan syari’ah yang bersandar pada ajaran tauhid.
Oleh karena itu ketika memperkenalkan filsafat Yunani ke dunia Islam, para
filosof Muslim selalu memperhatikan kecocokannya dengan pandangan fundamental
Islam tersebut, sehingga disadari atau tidak, telah terjadi “pengislaman”
filsafat oleh para filosof Muslim.
2. Sebagai pemikir Islam, para filosof
Muslim adealah pemerhati flsafat asing yang kritis. Ketika dirasa ada kekurangan
yang diderita oleh filsafat Yunani, misalanya, maka tanpa ragu-ragu mereka
mengeritiknya secara mendasar. Misalnya, sekalipun Ibn Sina sering
dikelompokkan sebagai filosof Peripatetik, namun ia tak segan-segan mengertik
pandangan Aristoteles, kalau dirasa tidak cocok dan 1menggantikannnya dengan
yang lebih baik. Beberapa tokoh lainnya seperti Suhrawardi, Umar b. Sahlan
al-Sawi dan Ibn Taymiyyah, juga mengeriktik sistem logika Aristotetles.
Sementara al-‘Amiri mengeritik dengan pedas pandangan Empedokles tentang jiwa,
karena dianggap tidak sesuai dengan pandangan Islam.
3. Adanya perkembangan yang unik dalam
filsafat islam, akibat dari interaksi antara Islam, sebagai agama, dan filsafat
Yunani. Akibatnya para filosof Muslim telah mengembangkan beberapa isu filsfat
yang tidak pernah dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya, seperti
filsafat kenabian, mikraj dsb.[2]
B.
LINGKUP FILSAFAT ISLAM
Berbeda dengan lingkup filsafat modern,
filsafat Islam, sebagaimana yang telah dikembangkan para filosof agungnya, meliputi
bidang-bidang yang sangat luas, seperti logika, fisika, matematika dan
metafisika yang berada di puncaknya. Seorang filosof tidak akan dikatakan
filosof, kalau tidak menguasai seluruh cabang-cabang filosofis yang luas ini.
C.
AL-QURAN DAN HADIS SUMBER INSPIRASI
FILSAFAT
Ada
dua faktor yang dapat membuktikan bahwa prinsip-prinsip falsafat Islam berakar
dari al-Qurân dan Sunnah. Pertama, dari segi sumber kita mendapatkan semangat
kuat para filsuf Muslim dalam bertindak selalu berlandaskan kepada al-Qur’ân
dan Sunnah. Sebagaimana dalam ketentuan syarî’at Islam, setiap Muslim harus
hidup berlandaskan kepada Al-Qur’ān dan Sunnah. Begitu pula dengan para filsuf
maupun para intelektual Muslim dalam bertindak harus berlandaskan kepada
keduanya. Al-Qur’ân dan Sunnah telah merombak pola berfalsafat dalam Islam
secara radikal sehingga lahirlah hal yang disebut sebagai falsafat profetik.
Jadi, kandungan al-Qur’ân dan pancarannya kepada Nabi Muhammad SAW mampu
menyinari setiap kajian falsafat dan pengetahuan dalam Islam dan ini merupakan
satu bukti bahwa ia adalah seorang failasuf.
Falsafah
dalam al-Qur’ân adalah al-Hikmah. Kata tersebut tercatat dalam al-Qur’ân berkali-kali
di dalamnya, sedangkan failasuf orang yang menekuni falsafah/berfalsafah
tercatat sebagai al-Hakîm. Seperti kita ketahui mengenai para nabi baik yang
harus kita ketahui maupun tidak mengajarkan al-Kitâb dan al-Hikmah. Dengan kata
lain para nabi adalah para failasuf.
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ
ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ
وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ ١٢
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Selain
dari itu, dalam surah Luqmân yang dimulai huruf-huruf simbolik yaitu alif, lâm,
mîm yang kemudian diikuti oleh ayat selanjutnya yang artinya: ”inilah ayat-ayat
al-Qur’ân yang mengandung hikmah” (al-Kitâb al-Hakîm), yang menyebutkan secara
langsung istilah hikmah. Kemudian dalam ayat 12 surah ini dinyatakan, dan dalam
ayat ini tampak jelas bahwa pemberian Hikmah dianggap sebagai anugerah bagi
orang yang mau berterimakasih , kebenaran ini ditandaskan lebih lanjut oleh
ayat yang terkenal,[3]
يُؤۡتِي
ٱلۡحِكۡمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا
كَثِيرٗاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٦٩
Artinya:
Allah menganugerahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) (QS. Al-Baqarah : 269).
Realitas
al-Qur’ân dan Wahyu yang dapat diakses oleh manusia harus menduduki posisi
sentral bagi setiap orang yang hendak berfalsafat dalam dunia Islam. Falsafat
Islam sangat erat sekali kaitannnya dengan dimensi eksternal al-Qur’ân
(syarî’at) maupun dengan kebenaran internal (haqîqah) yang merupakan jantung
segala sesuatu hal dalam Islam. Hal ini akan mengarahkannya kepada sejenis
falsafat yang berorientasikan menempatkan kitab wahyu bukan hanya sekedar
sumber primer yang tertinggi dalam pengetahuan bagi hukum-hukum keagamaan
(syarî’at), melainkan juga sebagai sumber primer yang tertinggi dalam
pengetahuan bagi hakikat eksistensi dari segala sumber eksistensi, karena pada
dasarnya hakikat dari segala hakikat adalah Tuhan itu sendiri.
Sebagian
ahli syarî’at mengambil sikap kontra terhadap falsafat dan sebagian lagi tidak.
Namun, pada kenyataannya para failasuf terkemuka seperti Ibn Rusyd, Ibn Sînâ
dan para filsuf lainnya merupakan tokoh-tokoh yang ahli dalam bidang syarî’at
sekaligus mempunyai otoritas dalam mengambil suatu ketentuan hukum dalam hal
tersebut.
Adapun
pikiran-pikiran dalam falsafat Yunani jelas menjadi materi kajian oleh para
failasuf muslim. Bila materi-materi yang dikaji yang berasal dari falsafat
Yunani itu memiliki bentuk-bentuk atau rumusan-rumusan yang sejalan atau tidak
bertentangan dengan ajaran-ajaran wahyu dalam Islam, maka dapat saja langsung
diambil sepenuhnya menjadi bagian dalam falsafat Islam, maka materi-materi
demikian perlu diberi bentuk yang sesuai dengan ajaran wahyu dalam Islam.
Sehingga kenapa orang Islam masih menggunakan pemikiran Yunani, sementara sudah
ada dalam Al-Qur’ān? Karena untuk memberi corak yang baru, terutama pengaruhnya
dalam bentuk pemikiran, pengaruh logika yunani besar sekali, ilmu-ilmu Islam
diberi warna baru, ditempa menurut pola Yunani dan disusun sesuai sistem
Yunani. Jadi logika Yunani mempunyai pengaruh yang sangat besar pada alam
pemikiran Islam (di zaman bani Abbas). Walaupun dalam Islam sendiri sudah ada
isi dari falsafat itu, dan yang membedakan antara falsafat Islam dengan Yunani
adalah dalam bentuk isi nya yang berbeda antara falsafat Yunani dengan Islam.
Falsafat Islam dapat diibaratkan seperti hubungan antara materi dan bentuk.
Islam (yakni wahyunya) telah memberi bentuk baru kepada falsafat Yunani
sehingga falsafat dengan bentuk yang baru tidak pantas lagi disebut falsafat
Yunani. Ia hanya pantas disebut falsafat Islam karena pola-pola ajaran Islam
yang erat kaitanya dengan masalah-masalah falsafat, telah membentuk falsafat
Yunani sedemikian rupa sehingga bentuk-bentuk falsafatnya tak ada lagi yang
bertentangan dengan bentuk ajaran wahyu dalam Islam.
D.
AL-QUR’AN SUMBER INSPIRASI FILSAFAT
DAKWAH
Al-Qur’an menjelaskan salah satu
identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang
berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang “sepadan” dengan arti filsafat,
yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah SWT, yang menurunkan buku hikmah
mengenalkan salah satu identitas dirinya dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. seperti dalam Q.S. Al-Luqman ayat 9.
خَٰلِدِينَ
فِيهَاۖ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ٩
Artinya:
Kekal mereka di dalamnya; sebagai
janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Kata hikmah disebutkan dalam
al-Qur’an sebanyak 190 kali dengan 25 bentuk kata. dari 190 itu kata hakim
(Maha Bijaksana) disebutkan 81 kali, dan kata hikmah sebanyak 20 kali.
Penelusuran kandungan makna hikmah dalam berbagai konteks sebagaimana di
tunjukan oleh Al-qur’an menjadi medan kajian filsafat dakwah yang akan melahirkan
modelnya yang khas dan mandiri.
Didalam Al-Qur’an juga terdapat
prinsip dasar dan metode berfikir filsafat dakwah. prinsip dasar metode
berfikir yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu:
1.
Berpegang teguh pada etika Ulul Albab.
2.
Memikirkan, memahami, meghayati, dan mengambil pelajaran
dari ayat-ayat Allah sebagai objek fikir baik ayat kauniyah (ilham) maupun
ayat-ayat Qur’aniyah (sesuatu yag tertulis)
3.
langkah-langkah berfikir filosofis berdasarkan Al-Qur’an
dapat dirumuskan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)
kerena kedudukan dan peranan berfikir begitu penting,
Al-Qur’an tidak saja memerintahkan manusia menggunakan akalnya tetapi juga
memberikan pedoman, langkah-langkah metodologis, serta teknis penggunaan akal
dengan metode yang lurus dan meluruskan ke arah pencapaian kebenaran yang
sebenarnya (haq)
b)
Agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam
berfikir Al-Qur’an pun meletakan kaidah-kaidah metodologis dalam
menggunakan akal.
c)
manusia harus menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam
memikirkan objek fikir sehingga, tak jarang terjadi kesalahan-kesalahan dalam
melakukan kegiatan berfikir.
d) Mazhab berfikir yang sudah ada dan
lazim digunakan dapat di iqtibas (adopsi) secara terpadu, tidak parsia dalam
berfikir filosofis.
e)
Menggunakan metode filsafat Islam yang sudah dikembangkan
oleh para filosof muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat
Islam.
E.
SIMPULAN
filsafat adalah seni bertanya, “mengapa ini begini” dan
“kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah inti
dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat
hanya diletakkan sebagai rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan
penyelesaian.
Sebagai
sumber inspirasi filsafat Islam, al-Qur’an dan hadits mengandung hakikat
kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang penulis sebut sebagai Jalan Tuhan atau
nilai-nilai Islam. Inilah yang menjadi materi dakwah, untuk disampaikan kepada
umat manusia dengan metode yang telah tersurat dan tersirat dalam al-Qur’an dan
Hadits. Oleh sebab itu, dua pedoman umat islam ini penulis garis bawahi ada dua
pokok bahasan kaitannya dengan Islam.
kajian
yang mendalam mengenai falsafat Islam selama dua belas abad lamanya mampu
mengungkapkan peranan al-Qur’ân dan Ḥadīts
dalam perumusan, penjelasan, dan pemecahan seluruh problematika tradisi
filosofis yang besar dan utama ini. Karena, falsafat Islam pada dasarnya
merupakan hermeneutika filosofis dan teks sakral di samping memanfaatkan
khazanah falsafat zaman purba kala. Itulah sebabnya mengapa falsafat Islam
selama berabad-abad sampai hari ini merupakan salah satu faktor atau perspektif
intelektual utama dalam peradaban Islam yang tertanam dalam al-Qur’ân dan
Ḥadīts .
Filsafat mengajarkan banyak hal. Paling tidak, ia
mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam menjalankan kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arfin, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta:
Bumi Aksara,2000)
Notowidagdo
Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan
Alquran dan hadis, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Prasada, 2002)
Alquran Word
Hanafi
Ahmad, Pengantar
Filsafat Islam, (Jakarta : PT.Bulan Bintang,1996)
www.biush-imm.blogspot.co.id/2012/10/al-quran-dan-hadits-sumber-dan.html
http://rudichum.blogspot.co.id/2014/01/makalah-filsafat-islam.html
maturnuwun
BalasHapusAlhamdulillah bagus
BalasHapus