BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I,
karena sebagai suatu pedoman, dan tolak ukur agar para da’I bisa mencapai suatu
keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.
Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon
yang baik dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami
dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan
sejarah keda’waan.
Berbagai rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah
ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW,
begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah,
mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia)
dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah bani
umayah yakni bani abbasiah, kami berusaha untuk mengmbil tamsil dari perjuangan
mereka.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa itu Khilafah bani
abbasiyah
2.
Bagaimana Keadaan
pemerintahan Dinasti bani
Abbasiah?
3.
Usaha dakwah apa yang berjalan pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiah?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menguraikan atau
menjelaskan Sejarah peradaban dan Dakwah Islam di Masa Bani Abbasiyah.
2.
Membuat penyusunan Makalah
mengenai sejarah Dakwah di Bani abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khilafah bani abbasiyah
Bani Abbasiyah
Pertama Kali didirikan oleh Abdullah as-safa ibn muhammad ibn ali bin
Abdullah ibn al-abass atau yang disingkat dengan Abu al-abbas
al-safah pada tahun 132 H/750 M.Dinamakan Bani abbasiyah karena Para
pendiri dan Penguasa dinasti ini merupakan keturunan abbas yang tak lain adalah
paman Nabi Muhammad SAW.Pemerintahan Abbasiyah Melanjutkan pemerintahan Bani
Umayyah yang telah hancur di Damaskus.Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti terpanjang,
berkisar antara 750- 1258 M.[1]Awal
kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditandai dengan Pembangkangan Bani Umayyah di
Andalusia (Spanyol).Pada periode pertama Bani Abbasiyah mengalami kemajuan.
Namun kekuasaan pada masa Abu Al-Abbas,pendiri dinasti ini tidak
bertahan lama yaitu 750-754 M.Oleh karena itu Pada Tahun 762 M , Abu Jafar
al-Manshur yang berperan penting dalam pemerintahan Abbasiyah , memindahkan
Ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat
dengan Ctesiphon , bekas Ibukota Persia. Oleh karena itu , ibukota pemerintahan
Dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa persia.Popularitas Daulah
Abbasiyah mencapai puncak keemasannya pada masa Khalifah Harun
al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mum.
Adapun periode-periode khilafah bani Abbasiyah
dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut;
1.
Periode pertama ( 132 H-232 H/ 750 M- 847 M)
Walaupun
Abu abbas adalah pendiri Dakwah ini, pemerintah yang hanya singkat( 750- 754
M). Pembina dakwah ini sebenarnya adalah Abu jafar Al-Mansur. Dia dengan keras
menghadapi lawannya dari bani umayyah. Untuk mengamankan kekuasaannya, ia
menyingkirkan satu persatu tokoh besar sezamannya yang mungkin menjadi pesaing
baginya. Abdullah bin ali dan Salih bin ali, keduanya adalah paman sendiri yang
telah ditunjuk sebagai Gubernur oleh khalifah sebelumnya di Suriah dan Mesir,
akhirnya terbunuh ditangan Abu muslim Al-Khurasani karena tidak bersedia
membaiatnya. Untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru
berdiri itu, Al-manshur kemudian memindahkan Ibukota dari Al-hasyimiyah, dekat
Kufah, ke kota yang baru dibangunnya,Baghdad, pada tahun 767 M.
Tingkat
kemakmuran yang paling tinggi adalah pada zaman Harun ar-Rasyid. Kesejahteraan
sosial, kesehatan , pendidikan, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat tak tertandingi.
2.
Periode kedua (847 M- 945 M)
Khalifah
Al-mu’tashim, khalifah berikutnya, memberi peluang besar orang turki masuk pada
pemerintahan, keterlibatan mereka
dimulai sebagai tentara pengawal.Daulah abbasiyah mengadakan perubahan sistem
ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perjalanan sudah terhenti.
Ketentaraan kemudian terdiri dari prajurit-prajurit Turki yang profesional.
Kekuatan militer dinasti Abbas menjadi sangat kuat. Akibatnya, tentara itu
menjadi sangat dominan sehingga khalifah berikutnya sangat dipengaruhi atau
menjadi boneka ditangan mereka.
Khilafah
Al-mu’tashim terhadap unsur turki dalam ketentaraan dilatarbelakangi oleh
adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa Al-ma’mun dan
sebelumnya. Al-mu’tashim dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq, mampu mengendalikan
mereka. Akan tetapai, khalifah al-muttawakkil wafat, merekalah yang memilih dan
mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka.
3.
Periode ketiga( 945 M- 1055 M)
Periode
ini daulah Abbasiyah berada dibawah kekuasaan bani Buwaihi. Keadaan khilafah
lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaihi adalah
penganut Aliran syiah. Meskipun
demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan , daulah abbasiyah mengalami kemajuan
pada periode ini. Pada masa ini muncul para pemikir besar, seperti; Al-farabi,
Ibn-sina, dan Al-biruni.
4.
Periode keempat ( 1055 M- 1119 M)
Periode
ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Adanya
khalifah Bani Seljuk ini adalah atas “ Undangan” khalifah untuk melumpuhkan
kekuatan Bani buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang membaik, paling
tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama
dikuasai orang syiah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan
juga berkembang pada periode ini. Nizam al-mulk, perdana menteri mendirikan
madrasah Nizamiyah (1067) dan Hanafiyah di Baghdad.
Dalam
bidang politik, pusat kekuasaan menjadi beberapa profinsi dengan seorang
Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa kekuasaan
melemah, masing-masing propinsi memerdekakan diri.
5.
Periode kelima ( 1119 M- 1258 M)
Pada
periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu
dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa,tetapi hanya di Baghdad dan
sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan
politiknya. Pada masa inilah datang tentara mongol dan tartar
menghancurluluhkan Baghdad tanpa perlawanan 1258 M.
Kemunduran dinasti bani Abbas ditandai dengan adanya
pertikaian internal dinasti bani Abbas sebelum meninggal, Harun al-Rosyid telah
menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi
kholifah ya’ni al-Amin dan al-MAkmin. Al-Amin diberi hadiah berupa wilayah bagian
barat, sedangkan al-Makmun diberi hadiah beripa wilayah bagaian timur, setelah
Harun ar-Rosyid wafat (809 M), al-Amin putra mahkota tertua, tidak bersedia
membagi wilayahnya dengan al-Makmun. Oleh karena itu pertempuran dua bersaudara
terjadi yang akhirnya dimenagkan oleh al-Makmun. Setelah perang usai al-ma’min
berusaha menyatukan kembali wilayah dinasti bani Abbas. Untuk keperluan itu, ia
didukung oleh Tahir panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu Mu’tyasim.
Faktor
lain kemunduran dinasti Abbas itu sendiri adalah adanya faham mu’tazilah yang
dijadikan sebagai madzhab resmi pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Dijelaskan
bahwa faham mu’tazilah dijadikan alat oleh al-Ma’mun untuk menguji para pemuka
Agama dan hakim adalah ajaran tentang kemakhlikan al-Qur’an. Dan munculnya juga
aliran Ahl al-Sinnah yang mana dipelopori oleh Abu al-hasan ali bin Ismail
Al-Asy’ari, beliau adalah murid al-Juba’I (Mu’tazilah). Perdebatan antara
al-Juba’I dengan al-Asy’ari membuat murid mengubah sikap, yaitu menyatakan diri
keluar dari mu’tazilah.
Dari segi ketundukan kepada kholifah, dinasti-dinasti
kecil dapat dibedakan menjadi dua dinasti yang mengakui kholifah Abbasiah, dan
dinasti yang tidakj mengakui kholifah tersebut. Sedangkan
dari segi letak geografis, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua,
dinasti –dinasti kecil di timur Baghdad, thahiri, safari, dan samani. Dan
dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad, Idrisi, Aglaby, Thulub, Hamdani, dan
Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua dnasti kecil yang secara langsung mengusai
beghdad, Buwaihi, dan Saljuk.
Faktor-faktor
yang membuat daulah Abbasiyah lemah dan hancur dapat dikelompokkam menjadi faktor intern dan faktor
ekstern
a.
Faktor
intern
·
Adanya persaingan yang tidak sehat antara
beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia,
dan turki.
·
Adanya konflik aliran
pemikiran dalam islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
·
Munculnya Dinasti-dinasti
kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad.
b.
Faktor
ekstern
·
Perang salib yang terjadi
dalam beberapa gelombang
·
Hadirnya tentara mongol dibawah pimpinan Hungu
kahn dan menguasai kota Baghdad.
B. Bentuk
Keadaan Pemerintahan Bani Abbasiyah
Awal masa kekuasaan dinasti bani Abbas diawali
dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti umayah di Andalusia. Di satu
sisi abdur Rohman al-daklil bergelar Amir (jabatan kepala wilayah ketika itu)
sedang di sisi lain, ia tidak tunduk pada Kholifah yang ada di Baghdad.
Pembangkangan Abdur Rohman al-daklil terhadap bani Abbas mirip dengan
pembangkangan yang dilakukan oleh mua’wiyah terhadap Ali bin Abi Tholib.
Dari segi durasi, kekuasaan dinasti Bani Abbas termasuk lama,
yaitu sekitar lima abad (133- 656 H/ 750- 1258 M), dan masa pemerintahan bani
Abbas di bagi menjadi beberapa fase:
1.
Pertama, masa Awal dinasti bani Abbas (750-833
M)
2.
Kedua, masa kemundurannya (833- 945 M).
Sistem pemerintahan baru yang di ciptakan oleh
abu ja’far al- Mansur adalah pengangkatan wazir sebagai coordinator departemen.
Wazir pertama adalah Kholid bin Barmak yang berasal dari Persia. Al-Mansur juga
membentuk lembaga protocol negara, sekretaris negara, kepolisian negara
disamping angkatan bersenjata, dan lembaga kehakiman negara.
Dari
sini dapat didimpulkan, pendiri dinasti bani Abbas adalah Abu al-Abbas al-safah
dan Abu Ja’far al-Mansur, sedangkan masa kejayaan dinasti ini berada pada fase
delalapan Kholifat berikutnya:
·
al-Mahdi (775- 785 M),
·
al-Hadi (775-786)
·
Harun ar-Rosyid (786- 809 M),
·
al-Amin 809- 813 M),
·
al-Makmun (813- 833 M),
·
al-Multasim (833- 842 M),
·
al-watsid (842- 847 M),
·
al-Mitawakkil (847- 861 M).
C. Usaha-usaha
Dakwah Pada Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas
Masa pemerintahan
dinasti Abbasiah merupakan masa keemasan bagi dunia islam, karena pada masa ini
perkembangan islam sangat meningkat, salah satumya adalah usah dalam rangka
memajukan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu agama.
·
Perkembangan Ilmu dan Agama
1.
Hadist Dan Fiqh
Malik
ibn Anas ibn Abi Amr al-Ashbali di lairkan di Madinah pada tahun 97 H, ia hidup
pada zaman pemerintah umayah selama 40 tahun, dan sisanya yakni 46 tahun di
habiskan pada zaman bani Abbasiah, Imam Malik wafat
tahun 179 H.
Imam
Malik menyaksikan beberapa pemberontakan dan kedzaliman yang dilakukan oleh
para pemimpin politik, seperti penindasan yang dilakukan terhadap keturunan Ali
bin Abi Tholib, beliau menyikapi pemberontakan tersebut dengan berpendapat
“apabila seorang kepala negara mampu berlaku adil, dan masyarakat senang
menerimanya, maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, dan jika ia tidak
berlaku adil, rakyat harus sabar dan memperbaiki orang yang menjadi kepala
negara, tapi apabila ada yang memberontak karena ketidak adilan tersebut,
kita tidak boleh membentu pemerintah dalam menindas pemberontak tersebut, karya
tertulis yang di hasilkan oleh imam malik yang sampai saat ini masih dapat kita
baca adalah Al-Mutawattho’, kitab ini merupakan
kitab hukum islam yang outentik yang
pertama dan juga merupakan kumpulan hadist Nabi Muhammad SAW.
Ulama’
yang lainnya adalah Muhammad ibn Idris al-Syafi’I (150-204H). Imam Syafi’I
menghasilkan tiga karya besar dalam tiga bidang ilmu, al-Umm dalam bidang
Fiqih, Ar-Risalah dalam biudang Ushulul fiqh, dan Fiqih al-Akbar dalam bidang
Ilmu kalam.
Selain ulama tersebut diatas, juga terdapat ulama besar yang lahir antara lain:
Ø Zakaria
al-Rozi atau yang lebih dikenal dengan Razhes (bahasa
latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis. Dan penerus ibn hayyam
dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan
menggunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah
sebelumnyadan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenankannya terhadap
bahan-bahan yang di telitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual
laboratium kimia yang pertama
Ø Al-faraby yang di
kenal di dunia barat dengan nama Alpharasius, seorang filosof yang juga ahli
dalam fisika, ia menulis kitab al-musiqa dan masih banyak karya tulis yang
lainnya.
Ø Abu Rahan
Muhammad al-Biruni yang diberi gelar oleh Akbar S. Akhmad dengan
gelar ahli Antropologi pertama (bapak Antropologi). Argumentasinya adalah
karena al-Biruni seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat
“asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya beliau juga
ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Baruni menulis buku kitab al-Hind
atau tahqiq ma al-hind, kitab al-saidina yang berisi sejumlah informasi
mengenai pengobatan pada waktu itu.
Ø Ibnu Sina yang
dengan nama latinnya Avicema, beliau adalah ahli dalam bidang kedoktoran
filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedoktoran adalah al-Danun fi al-Thib.
Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di Universitas-universitas
Eropa.
Ø Umar
Khayyam adalah ahli astrinomi, pedoktrinan, fisika dan
sebagaian besar karyanya dalam bidang matematika, akan tetapi, beliau
lebih dikenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah
penemu koeefesien-koefesien binominal(istilak matematika) dan
memecahkan permasalahan-permasalahan kubus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintah dinasti Abbasiyah kali pertama
dipimpin oleh Abu Abbas al-Safah. Yang mana bani Abbas ini berlangsung
selama kurang lebih tiga setengah abad. Dalam kurun waktu yang bnbegitu lama
maka pemerintahan ini dibagi menjadi lima fase.
Dalam suatu pemerintahan adakalanya mencapai
masa pendirian, masa kemajuan dan masa kemunduran, begitu halnya dengan
pemerintahan bani Abbas sendiri, yang mana pendiri dinasti bani Abbas yaitu Abu
Abbas al-Salaf dan Abu Ja’far al-Mansur. Kemudian masa kemajuan atau keemasan
terjadi pada fase kedelapan kholifah berikutnya yaitu Al-Mahdi, Harun
ar-Rosyid, dan sampai pada al-mutawakkil. Masa kemunduran juga manimpa dinasti
Abbas sendiri. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, adanya faham mu’tazilah
yang dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Dan munculnya dinasti-dinasti
kecil yang tidak mengakui pemerintahan ini.
Kemajuan yang dicapai bani Abbasiah pun
beragam, terlebih dalam urusan Ilmu pengetahuan, ilmu Agama pun ikut berkembang
pesat.
Munculnya ilmu kalam mu’tazilah, juga munculnya para ulama’
besar dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti halnya Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, dan Imam Syafi’i mereka adalah ahli dalam bidang hadits dan fiqih,
katya tulis mereka pun banyak dipelajari oleh para pelajar, seperti
Al-Mutawattho’ karya tulis Imam MAlik, juga karya tulis yang di hasilkan oleh
Imam Syafi’I, yaitu kitab Al-Umm dalam bidang fiqh.
Selain ulama’ besar di atas juga terdapat para
ulama’ yang lain seperti Zakaruyah al-Rozi seorang ahli kedokteran klinis dan
penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmi kimia. Al-Farabi atau yang lebih
dikenal dengan Alpharabius seorang filosof dalam ilmu logika, matematika
dan pengobatan. Dan juga Ibnu Sina atau Aucenna yang ahli dalam bidang
ilmu kedokteran dan filsafat.
Oleh karena itu, kejayaan Islam pada masa Bani
Abbasiah bisa dijadikan potret masa depan Islam di masa mendatang. Dan untuk
mencapai dan memiliki kejayaan dan kemajuan islam kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat Nur Wahid, Api Sejarah, Bandung:
PT Grafindo media Pratama, 2009.
http://Ullfiatreysherenamuzil.blogspot.com/2013/11/sejarah-dakwah-islam-masa-bani-abbasiyah.html.
http://Pendidikan.blogspot.com/2011/03/sejarah-dakwah-pada-masa-bani-abbasiyah.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar