Selasa, 10 Januari 2017

sejarah dakwah bani abbasiyah

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
            Pentingnya mempelajari sejarah dakwah ini bagi para da’I, karena sebagai suatu pedoman, dan tolak ukur agar para da’I bisa mencapai suatu keberhasilan dan menyebar luaskan dan meningkatkan mutu islam itu sendiri.
            Suatu pesan yang disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u tersebut bila mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah tersebut baik meliputi sosiologi dakwah, psikologu dakwah dan sejarah keda’waan.
            Berbagai rintangan, hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’. Merasakannya. Seperti halnya nabi Muhammad SAW, begitu halnya masa setelah beliau yakni masa Khulafa’ur rosyidin, bani umayah, mereka tetap melaksanakan dakwah tersebut (menyampaikan Islam keseluruh dunia) dan akhirnya mereka pun berhasil dan pada pembahasan ini, masa setelah bani umayah yakni bani abbasiah, kami berusaha untuk mengmbil tamsil dari perjuangan mereka.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Khilafah bani abbasiyah
2.      Bagaimana Keadaan pemerintahan Dinasti bani Abbasiah?
3.      Usaha dakwah apa yang berjalan pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah?
C.    Tujuan Penulisan
1.    Menguraikan atau menjelaskan Sejarah peradaban dan Dakwah Islam di Masa Bani Abbasiyah.
2.    Membuat penyusunan Makalah mengenai sejarah Dakwah di Bani abbasiyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Khilafah bani abbasiyah          
Bani Abbasiyah Pertama Kali didirikan oleh Abdullah as-safa ibn muhammad ibn ali bin Abdullah ibn al-abass atau yang disingkat dengan Abu al-abbas al-safah pada tahun 132 H/750 M.Dinamakan Bani abbasiyah karena Para pendiri dan Penguasa dinasti ini merupakan keturunan abbas yang tak lain adalah paman Nabi Muhammad SAW.Pemerintahan Abbasiyah Melanjutkan pemerintahan Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus.Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti terpanjang, berkisar antara 750- 1258 M.[1]Awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditandai dengan Pembangkangan Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol).Pada periode pertama Bani Abbasiyah mengalami kemajuan. Namun kekuasaan pada masa Abu Al-Abbas,pendiri dinasti ini  tidak bertahan lama yaitu 750-754 M.Oleh karena itu Pada Tahun 762 M , Abu Jafar al-Manshur yang berperan penting dalam pemerintahan Abbasiyah , memindahkan Ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon , bekas Ibukota Persia. Oleh karena itu , ibukota pemerintahan Dinasti Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa persia.Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasannya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mum.
Adapun periode-periode khilafah bani Abbasiyah dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut;
1.      Periode pertama ( 132 H-232 H/ 750 M- 847 M)
    Walaupun Abu abbas adalah pendiri Dakwah ini, pemerintah yang hanya singkat( 750- 754 M). Pembina dakwah ini sebenarnya adalah Abu jafar Al-Mansur. Dia dengan keras menghadapi lawannya dari bani umayyah. Untuk mengamankan kekuasaannya, ia menyingkirkan satu persatu tokoh besar sezamannya yang mungkin menjadi pesaing baginya. Abdullah bin ali dan Salih bin ali, keduanya adalah paman sendiri yang telah ditunjuk sebagai Gubernur oleh khalifah sebelumnya di Suriah dan Mesir, akhirnya terbunuh ditangan Abu muslim Al-Khurasani karena tidak bersedia membaiatnya. Untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu, Al-manshur kemudian memindahkan Ibukota dari Al-hasyimiyah, dekat Kufah, ke kota yang baru dibangunnya,Baghdad, pada tahun 767 M.
Tingkat kemakmuran yang paling tinggi adalah pada zaman Harun ar-Rasyid. Kesejahteraan sosial, kesehatan , pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat tak tertandingi.
2.      Periode kedua (847 M- 945 M)
     Khalifah Al-mu’tashim, khalifah berikutnya, memberi peluang besar orang turki masuk pada pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.Daulah abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perjalanan sudah terhenti. Ketentaraan kemudian terdiri dari prajurit-prajurit Turki yang profesional. Kekuatan militer dinasti Abbas menjadi sangat kuat. Akibatnya, tentara itu menjadi sangat dominan sehingga khalifah berikutnya sangat dipengaruhi atau menjadi boneka ditangan mereka.
Khilafah Al-mu’tashim terhadap unsur turki dalam ketentaraan dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa Al-ma’mun dan sebelumnya. Al-mu’tashim dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq, mampu mengendalikan mereka. Akan tetapai, khalifah al-muttawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan kehendak mereka.
3.      Periode ketiga( 945 M- 1055 M)
Periode ini daulah Abbasiyah berada dibawah kekuasaan bani Buwaihi. Keadaan khilafah lebih buruk dari pada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaihi adalah penganut Aliran syiah. Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan , daulah abbasiyah mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa ini muncul para pemikir besar, seperti; Al-farabi, Ibn-sina, dan Al-biruni.


4.      Periode keempat ( 1055 M- 1119 M)
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Adanya khalifah Bani Seljuk ini adalah atas “ Undangan” khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai orang syiah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-mulk, perdana menteri mendirikan madrasah Nizamiyah (1067) dan Hanafiyah di Baghdad.
Dalam bidang politik, pusat kekuasaan menjadi beberapa profinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa kekuasaan melemah, masing-masing propinsi memerdekakan diri.

5.      Periode kelima ( 1119 M- 1258 M)
Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa,tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah datang tentara mongol dan tartar menghancurluluhkan Baghdad tanpa perlawanan 1258 M.
Kemunduran dinasti bani Abbas ditandai dengan adanya pertikaian internal dinasti bani Abbas sebelum meninggal, Harun al-Rosyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi kholifah ya’ni al-Amin dan al-MAkmin. Al-Amin diberi hadiah berupa wilayah bagian barat, sedangkan al-Makmun diberi hadiah beripa wilayah bagaian timur, setelah Harun ar-Rosyid wafat (809 M), al-Amin putra mahkota tertua, tidak bersedia membagi wilayahnya dengan al-Makmun. Oleh karena itu pertempuran dua bersaudara terjadi yang akhirnya dimenagkan oleh al-Makmun. Setelah perang usai al-ma’min berusaha menyatukan kembali wilayah dinasti bani Abbas. Untuk keperluan itu, ia didukung oleh Tahir panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu Mu’tyasim.
Faktor lain kemunduran dinasti Abbas itu sendiri adalah adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi pada masa pemerintahan al-Ma’mun. Dijelaskan bahwa faham mu’tazilah dijadikan alat oleh al-Ma’mun untuk menguji para pemuka Agama dan hakim adalah ajaran tentang kemakhlikan al-Qur’an. Dan munculnya juga aliran Ahl al-Sinnah yang mana dipelopori oleh Abu al-hasan ali bin Ismail Al-Asy’ari, beliau adalah murid al-Juba’I (Mu’tazilah). Perdebatan antara al-Juba’I dengan al-Asy’ari membuat murid mengubah sikap, yaitu menyatakan diri keluar dari mu’tazilah.
Dari segi ketundukan kepada kholifah, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua dinasti yang mengakui kholifah Abbasiah, dan dinasti yang tidakj mengakui kholifah tersebut. Sedangkan dari segi letak geografis, dinasti-dinasti kecil dapat dibedakan menjadi dua, dinasti –dinasti kecil di timur Baghdad, thahiri, safari, dan samani. Dan dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad, Idrisi, Aglaby, Thulub, Hamdani, dan Ikhsidi. Akan tetapi, terdapat dua dnasti kecil yang secara langsung mengusai beghdad, Buwaihi, dan Saljuk.
Faktor-faktor yang membuat daulah Abbasiyah lemah dan hancur dapat dikelompokkam menjadi faktor intern dan faktor ekstern
a.      Faktor intern
·         Adanya persaingan yang tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia, dan turki.
·         Adanya konflik aliran pemikiran dalam islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah
·         Munculnya Dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat di Baghdad.
b.      Faktor ekstern
·         Perang salib yang terjadi dalam beberapa gelombang
·         Hadirnya tentara mongol dibawah pimpinan Hungu kahn dan menguasai kota Baghdad.


B.     Bentuk Keadaan Pemerintahan Bani Abbasiyah
       Awal masa kekuasaan dinasti bani Abbas diawali dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti umayah di Andalusia. Di satu sisi abdur Rohman al-daklil bergelar Amir (jabatan kepala wilayah ketika itu) sedang di sisi lain, ia tidak tunduk pada Kholifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abdur Rohman al-daklil terhadap bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh mua’wiyah terhadap Ali bin Abi Tholib.
       Dari segi durasi, kekuasaan dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad (133- 656 H/ 750- 1258 M), dan masa pemerintahan bani Abbas di bagi menjadi beberapa fase:
1.      Pertama, masa Awal dinasti bani Abbas (750-833 M)
2.      Kedua, masa kemundurannya (833- 945 M).
       Sistem pemerintahan baru yang di ciptakan oleh abu ja’far al- Mansur adalah pengangkatan wazir sebagai coordinator departemen. Wazir pertama adalah Kholid bin Barmak yang berasal dari Persia. Al-Mansur juga membentuk lembaga protocol negara, sekretaris negara, kepolisian negara disamping angkatan bersenjata, dan lembaga kehakiman negara.
Dari sini dapat didimpulkan, pendiri dinasti bani Abbas adalah Abu al-Abbas al-safah dan Abu Ja’far al-Mansur, sedangkan masa kejayaan dinasti ini berada pada fase delalapan Kholifat berikutnya:
·         al-Mahdi (775- 785 M),
·         al-Hadi (775-786)
·         Harun ar-Rosyid (786- 809 M),
·         al-Amin 809- 813 M),
·         al-Makmun (813- 833 M),
·         al-Multasim (833- 842 M),
·         al-watsid (842- 847 M),
·         al-Mitawakkil (847- 861 M).

C.    Usaha-usaha Dakwah Pada Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas
               Masa pemerintahan dinasti Abbasiah merupakan masa keemasan bagi dunia islam, karena pada masa ini perkembangan islam sangat meningkat, salah satumya adalah usah dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu agama.
·         Perkembangan Ilmu dan Agama
1.      Hadist Dan Fiqh
Malik ibn Anas ibn Abi Amr al-Ashbali di lairkan di Madinah pada tahun 97 H, ia hidup pada zaman pemerintah umayah selama 40 tahun, dan sisanya yakni 46 tahun di habiskan pada zaman bani Abbasiah, Imam Malik wafat tahun 179 H.
Imam Malik menyaksikan beberapa pemberontakan dan kedzaliman yang dilakukan oleh para pemimpin politik, seperti penindasan yang dilakukan terhadap keturunan Ali bin Abi Tholib, beliau menyikapi pemberontakan tersebut dengan berpendapat “apabila seorang kepala negara mampu berlaku adil, dan masyarakat senang menerimanya, maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, dan jika ia tidak berlaku adil, rakyat harus sabar dan memperbaiki orang yang menjadi kepala negara, tapi apabila ada yang memberontak karena ketidak adilan tersebut, kita tidak boleh membentu pemerintah dalam menindas pemberontak tersebut, karya tertulis yang di hasilkan oleh imam malik yang sampai saat ini masih dapat kita baca adalah Al-Mutawattho’, kitab ini merupakan kitab hukum islam yang outentik yang pertama dan juga merupakan kumpulan hadist Nabi Muhammad SAW.
Ulama’ yang lainnya adalah Muhammad ibn Idris al-Syafi’I (150-204H). Imam Syafi’I menghasilkan tiga karya besar dalam tiga bidang ilmu, al-Umm dalam bidang Fiqih, Ar-Risalah dalam biudang Ushulul fiqh, dan Fiqih al-Akbar dalam bidang Ilmu kalam.


Selain ulama tersebut diatas, juga terdapat ulama besar yang lahir antara lain:
Ø  Zakaria al-Rozi atau yang lebih dikenal dengan Razhes (bahasa latin), beliau adalah ahli kedokteran klinis. Dan penerus ibn hayyam dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih disbanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnyadan mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenankannya terhadap bahan-bahan yang di telitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratium kimia yang pertama
Ø  Al-faraby yang di kenal di dunia barat dengan nama Alpharasius, seorang filosof yang juga ahli dalam fisika, ia menulis kitab al-musiqa dan masih banyak karya tulis yang lainnya.
Ø  Abu Rahan Muhammad al-Biruni yang diberi gelar oleh Akbar S. Akhmad dengan gelar ahli Antropologi pertama (bapak Antropologi). Argumentasinya adalah karena al-Biruni seorang observer partisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya beliau juga ahli matematika, astronomi, dan sejarah. Al-Baruni menulis buku kitab al-Hind atau tahqiq ma al-hind, kitab al-saidina yang berisi sejumlah informasi mengenai pengobatan pada waktu itu.
Ø  Ibnu Sina yang dengan nama latinnya Avicema, beliau adalah ahli dalam bidang kedoktoran filsafat. Karya besarnya dalam bidang kedoktoran adalah al-Danun fi al-Thib. Buku ini selama lima abad menjadi buku pegangan di Universitas-universitas Eropa.
Ø  Umar Khayyam adalah ahli astrinomi, pedoktrinan, fisika dan sebagaian besar karyanya dalam bidang matematika, akan tetapi, beliau lebih dikenal sebagai penyair dan sufi. Beliau adalah penemu koeefesien-koefesien binominal(istilak matematika) dan memecahkan permasalahan-permasalahan kubus.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
       Pemerintah dinasti Abbasiyah kali pertama dipimpin oleh Abu Abbas al-Safah. Yang mana bani Abbas ini berlangsung selama kurang lebih tiga setengah abad. Dalam kurun waktu yang bnbegitu lama maka pemerintahan ini dibagi menjadi lima fase.
       Dalam suatu pemerintahan adakalanya mencapai masa pendirian, masa kemajuan dan masa kemunduran, begitu halnya dengan pemerintahan bani Abbas sendiri, yang mana pendiri dinasti bani Abbas yaitu Abu Abbas al-Salaf dan Abu Ja’far al-Mansur. Kemudian masa kemajuan atau keemasan terjadi pada fase kedelapan kholifah berikutnya yaitu Al-Mahdi, Harun ar-Rosyid, dan sampai pada al-mutawakkil. Masa kemunduran juga manimpa dinasti Abbas sendiri. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, adanya faham mu’tazilah yang dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Dan munculnya dinasti-dinasti kecil yang tidak mengakui pemerintahan ini.
       Kemajuan yang dicapai bani Abbasiah pun beragam, terlebih dalam urusan Ilmu pengetahuan, ilmu Agama pun ikut berkembang pesat.
       Munculnya ilmu kalam mu’tazilah, juga munculnya para ulama’ besar dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti halnya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i mereka adalah ahli dalam bidang hadits dan fiqih, katya tulis mereka pun banyak dipelajari oleh para pelajar, seperti Al-Mutawattho’ karya tulis Imam MAlik, juga karya tulis yang di hasilkan oleh Imam Syafi’I, yaitu kitab Al-Umm dalam bidang fiqh.
       Selain ulama’ besar di atas juga terdapat para ulama’ yang lain seperti Zakaruyah al-Rozi seorang ahli kedokteran klinis dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmi kimia. Al-Farabi atau yang lebih dikenal dengan Alpharabius seorang filosof dalam ilmu logika, matematika dan pengobatan. Dan juga Ibnu Sina atau Aucenna yang ahli dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat.
       Oleh karena itu, kejayaan Islam pada masa Bani Abbasiah bisa dijadikan potret masa depan Islam di masa mendatang. Dan untuk mencapai dan memiliki kejayaan dan kemajuan islam kembali.



DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Nur Wahid, Api Sejarah, Bandung: PT Grafindo media Pratama, 2009.
http://Ullfiatreysherenamuzil.blogspot.com/2013/11/sejarah-dakwah-islam-masa-bani-abbasiyah.html.
http://Pendidikan.blogspot.com/2011/03/sejarah-dakwah-pada-masa-bani-abbasiyah.html.



[1] Hidayat Nur Wahid, Api Sejarah, (Bandung: PTGrafindo media Pratama, 2009), h. 67.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar